Kajian Filsafat Tentang Lebaran

CCP - KAJIAN FILSAFAT TENTANG LEBARAN

KAJIAN FILSAFAT TENTANG LEBARAN

Sejarah Idul Fitri

Perayaan Idul Fitri pertama kali digelar pada tahun ke-2 Hijriah, yaitu bertepatan dengan kemenangan kaum muslimin pada Perang Badar. Usai perang, secara tidak langsung umat muslim merayakan kemenangan dengan penuh rasa syukur dan gembira. Bukan semata-mata karena perang perayaan Idul Fitri itu digelar, namun karena kaum muslimin berhasil berpuasa selama satu bulan pada saat itu. Mulai dari sinilah Perayaan Idul Fitri menjadi tradisi dan ibadah yang dilakukan umat muslim hingga saat ini.

Arti Kata Lebaran

Kata Lebaran sendiri diambil dari serapan Bahasa Jawa yang berasal dari kata “Lěbar” yang berarti selesai atau telah berlalunya bulan suci Ramadhan. Lebaran merupakan nama lain dari hari raya “Idul Fitri” yang dirayakan umat muslim setiap tahun.

Simbol Ketupat

Simbol ketupat sendiri dicetuskan oleh Sunan Bonang. Ketupat merupakan simbol perayaan hari raya Islam pada masa pemerintahan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah awal abad ke-15. Kulit ketupat terbuat dari janur yang berfungsi untuk menunjukan identitas budaya pesisiran yang ditumbuhi banyak pohon kelapa. Warna kuning pada janur dimaknai sebagai upaya masyarakat pesisir Jawa untuk membedakan warna hijau dari Timur Tengah dan merah dari Asia Timur. Ketika menyebarkan Islam ke pedalaman, Walisongo melakukan pendekatan budaya agraris, tempat unsur keramat dan berkah sangatlah penting untuk melanggengkan kehidupan. Disinilah pentingnya akulturasi. Sunan Bonang, lalu memperkenalkan dan memasukan ketupat, simbol yang awalnya telah dikenal masyarakat Jawa.

Bagi, Sunan Bonang, simbolisasi dari kupat merupakan singkatan dari laku sing papat atau empat keadaan yang dianugerahkan dari Allah SWT terhadap orang yang telah menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan dengan penuh keikhlasan serta kesungguhan, yakni : lebar, lebur, luber dan labur. Hal ini mengacu kepada hadist Nabi : “Barangsiapa berpuasa Ramadhan karena iman dan kesungguhan, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR Bukhari)

Lebar

Lebar dapat diartikan telah menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan dengan melegakan. Leksilogi lebaran merupakan istilah Bahasa Jawa dari akar kata “lebar” yang kemudian ditambah imbuhan -an. Kata “Lebar” memiliki makna lapang. Dalam artian, diharapkan supaya umat Islam memiliki sifat lapang dada. Sifat tersebut muncul untuk memohon sekaligus memberi maaf terhadap sesama.

Lebur

Lebur mempunyai arti terhapusnya semua dosa yang dilakukan oleh seseorang dimasa sebelumnya. Menurut KBBI, lebur mempunyai arti meluap, menghilangkan, melebur ataupun melimpah. Dapat diartikan sebagai tindakan mengakui kesalahan, memohon maaf serta memberi maaf. Kata lebur terambil dari akar kata Bahasa Jawa yang memiliki pengertian menyatukan. Hal yang dimaksud, bahwa pasca bulan Ramadhan diharapkan umat muslim bisa meleburkan dirinya kepada sifat-sifat Tuhan melalui ujian serta cobaan hidup, dengan penuh sikap sabar dan tenang. Spirit perubahan tersebut yang dapat merubah leburan menjadi esensi lebaran.

Luber

Luber mempunyai arti melimpah ruahnya pahala atas amal-amal yang telah dikerjakan saat bulan Ramadhan. Dengan kata lain, bahwa luber berarti melewati batas terhadap batas-batas yang telah ditentukan. Maka dari itu dimensi luber menjadi luas meliputi luber dalam memaafkan, luber dalam memperoleh rezeki, serta luber dalam memperoleh pahala atas ibadah selama bulan Ramadhan. Kata Luber mengandung arti meluap ataupun melimpah. Dari sana mengandung pesan moral untuk berbagi terhadap sesama yang terkategori kurang beruntung seperti halnya fakir miskin.

Labur

Labur diambil dari kata dalam Bahasa Jawa, yaitu laburan yang berarti, mengecat. Hal ini tidak lepas dari kebiasaan mayoritas masyarakat Indonesia, menjelang hari raya Idul Fitri, sibuk untuk mengecat rumahnya supaya tampak cerah dan indah untuk menghormati tamu yang datang. Kapur untuk mengecat dinding berfungsi memutihkan. Dari sini terkandung pesan moral agar umat muslim hendaknya selalu menjaga kebersihan baik lahir maupun batin. Secara filosofis, labur memiliki pemahaman bersih dirinya, wajahnya cerah bercahaya serta bersinarnya hati.

Kupat terbuat dari bahan beras yang kemudian dibungkus dengan janur sebelum dimasak. Beras merupakan simbolisasi nafsu dunia, janur merupakan pemadatan kata Sejatining Nur yang merupakan simbolisasi cahaya sejati atau hati nurani. Maka dari itu, manusia yang secara kodrati memiliki nafsu dunia, mesti dapat dikendalikan dengan adanya hati nurani. Semua anugerah, dapat menjadi bercahaya wajah dan hatinya, sebab memperoleh limpahan cahaya sejati dari Allah SWT. Wujud dari sifat Maha Pengasih dan Penyayang Allah, menjadikan jiwa manusia mampu merasakan bagaimana kebahagiaan hakiki yang akan diperoleh saat manusia gemar berbagi terhadap sesama, menjadi agen rahmatan lil alamin, bertindak memuiliakan manusia tanpa memandang unsur agama, suku dan ras.

Sunan Bonang telah memberi ajaran yang elok dalam mendidik masyarakat Jawa dengan senantiasa mengedepankan sebuah ajakan kebaikan yang sejuk dan damai, dilandasi semangat dasar filosofi Islam, yakni rahmatan lil alamin, sebagai rahmat bagi alam semesta. Dengan demikian, beliau mendidik masyarakat Jawa dengan ajaran Islam dengan strategi mengakrabi budaya masyarakat setempat, tanpa menghilangkan esensinya, sehingga terjadi dialektika aktif dan efektif, serta memberi nuansa yang kaya makna, seperti ditunjukan dalam piwulang puasa Ramadhan, melalui simbolisasi budaya Jawa, serta memfilosofikan puasa dan lebaran dengan esensi melalui “kupat”.

Kesulitan Untuk Memaafkan

Kesulitan untuk memaafkan adalah sebuah masalah hati yang perlu dibenahi. Masalah dasar ini yang kemudian menjadikan perayaan lebaran hanya sebatas formalitas bagi orang-orang tertentu saja. Pengendalian hati yang sulit untuk dilakukan berbeda dengan pengendalian pikiran yang cenderung mudah dilakukan pengendalian.

Peran Hati dan Memori dalam Proses Memaafkan

Ingatan tentang peristiwa tertentu dapat menyebabkan gejala hati seperti iri, dengki, jengkel, kesal dan gejala-gejala lainnya. Artinya Ingatan dapat mempengaruhi hati dengan sedemikian rupa untuk mengingat sesuatu yang menyakitkan pada masa lalu yang kemudian menjadikan hal tersebut penyebab manusia sulit untuk memaafkan. Memaafkan adalah sifat mulia yang seharusnya dimiliki setiap manusia.

Ah, tidak masalah sudah saya maafkan